Tanpa tema, tanpa judul. Hanya pengungkapan.
Sekarang aku menyadari semua ini salah. Mendekatinya, mengaguminya, menyukainya, mengobrol dengannya, bahkan memandangnya saja salah.Ya, aku hanya seseorang yang hanya bisa berbicara, tanpa bukti. Beginilah aku di matamu.
Seseorang yang mempunyai banyak kesalahan. Di matamu, aku hanya manusia yang bisa menyalahkan orang, bermimpi dan berharap.
Ya, aku akui itu. Tapi sepanjang aku berpikir, aku tak pernah menyalahkanmu, apalagi menuduhmu seseorang pemberi harapan palsu. Karena aku tersadar, aku masih bisa berpikir dengan sisa akal sehat yang kupunya.
Bahwa memilikimu adalah mustahil, dan aku takkan pernah mampu menggapaimu.
Dan aku juga tersadar aku telah tertikam oleh pisau ilusi, dan juga tersadar, aku sesungguhnya hanya mengejar fatamorgana.
Kau hanyalah senja, yang hanya singgah sebentar di garis cakrawala, lalu dalam sekejap dapat tenggelam. Indah, tetapi hanya sementara. Sulit digapai.
Apalagi aku hanyalah seekor semut di labirin kehidupan, yang hanya mampu mengagumimu, senja. Dan mustahil menggapaimu.
Estetika kehidupan memang hal rumit. Aku pun tak menyangka aku bisa mengagumimu, yang sedang mengagumi seseorang.
Dan seketika aku bak sedang diguyur es, namun disambar petir sesudahnya.
Semua ini salah. Benar kan? Kau pasti akan memungkirinya.
Tercengang. Bahkan pemahaman ini tak dapat dijabarkan oleh Plato, Archimedes, Aristoteles, ataupun ahli filsafat lainnya.
Tak ada dalil yang sepaham. Ini bukan serupa dalil phytagoras ataupun teori kekelan energi yang dicipta oleh sang jenius, Albert Einstein.
Bahkan Chairil Anwar tak dapat menerjemahkannya dalam puisi sejuta makna; atau Ahmad Tohari dengan ceritanya yang mempesona.
Ya, dirimu sempurna! Sempurna dari seluruh makhluk yang sebenarnya tak sempurna.
Aku sedang memakimu, padahal setelahnya aku memaki diriku sendiri mengapa hal itu harus ku lakukan.
Sayang, aku hanyalah manusia bodoh, yang hanya bisa bertanya, tapi tak mampu menjawab.
Aku tidak akan pernah menyesal bahwa aku pernah mengagumimu. Justru sebaliknya, aku sangat menyesal, dan bertanya mengapa aku memakimu, dan berpura-pura membencimu sekarang.
Tapi apakah engkau begitu?
Hhh. Teori relativitas tidak berlaku dalam hal ini. Atau teori aksi-reaksi dalam fisika sekalipun.
Aku bukanlah seorang penyair, atau sastrawan hebat seperti Shakespeare dengan Romeo-Julietnya atau Jalaludin Rumi, yang dapat merangkai beribu kata menjadi bait-bait yang menakjubkan.
Jadi, itu lumrah, bila engkau membacanya, setelah itu kau menganggapnya sebagai coretan pena yang tiada berguna, atau mungkin engkau bahkan tega menganggapnya sebuah sampah.
Ini bukanlah sebuah sindiran, harapan, apalagi bualan.
Dan aku takkan pernah memaksamu untuk mengerti, memahami, lalu mengasihaniku.
Karena aku tahu engkau takkan pernah menyukaiku, ya aku paham. Mungkin aku terlalu hina bagi dirimu yang sempurna. Sekalipun aku sering mengataimu angkuh, dan seolah-olah sempurna.
Ini hanyalah beribu huruf yang tersusun menjadi beberapa kata, menyusunnya menjadi majas. Mengungkapkan pikiranku dan perasaanku yang masih tersisa.
Kau boleh menginjak-injakku, boleh! Meski aku sok melarangmu.
Karena aku pantas untuk diinjak, bukan?
Sekarang tiada lagi beribu tanda tanya. Beribu kata berupa harapan. Ilusi. Khayal. Semuanya telah habis terbakar kejujuranmu.
Terima kasih atas memori, yang bagiku kenangan masa lalu, yang telah kau rajut.
Terima kasih atas semua tatapan panasmu, kalimat pedasmu, langkah angkuhmu, senyum sinismu, picingan matamu, tawamu yang menghipnotis. Terima kasih atas segalanya.
Maaf aku telah mengagumimu, memakimu, bersikap angkuh kepadamu, senja.
Maaf aku telah mencacimu dengan jutaan kata sampah yang tak seharusnya ku ucapkan.
Ya, sekarang kau terserah, bebas mau menganggapku apa. Musuh? Israel? Sekutu? Predator? Sampah.
Atau mungkin setelah kau melihat deretan kata ini, kau akan menganggapku seorang penggombal , pembual, dan pendusta kelas kakap.
Atau mungkin juga sebaliknya? Kelas teri. Heh.
Tuhan, dimanapun engkau berada, meski sosokmu tak mampu kulihat, tak mampu ku gapai. Pegangi hambamu yang lemah, tapi berpura-pura kuat ini.
Yang tersenyum, tapi bersedih. Yang tertawa, tapi menangis. Yang hanya bisa omong dan berharap.
Tuhan, Engkau telah berjanji bukan? Bahwa Engkau akan selalu berada disisi hamba-Mu yang lemah.
Aku telah terjatuh, Tuhan. Tarik tanganku.
Aku sangat lemah, Tuhan. Biarlah Arsy-Mu menjadi sandaranku.
Aku telah menangis, Tuhan. Usaplah air mataku dengan belaian, serta kasih-Mu.
Dan Tuhan, berilah ampunan untuknya. Ampuni semua dosa-Nya. Maafkan semua kesalahannya. Tetap semangati dia, agar dia selalu berjalan lurus menuju-Mu.
Dan lapangkanlah hatiku Tuhan, jadikanlah aku termasuk ke dalam orang-orang yang ikhlas, dan berbesar hati.
Yang merupakan minortias dari milyaran manusia yang hidup di alam yang fana ini.
Semoga hamba-Mu ini termasuk salah satu hamba-Mu yang bersabar, dalam menempuh jalan panjang yang penuh duri, dalam mengecap pahit-manisnya kehidupan.
Biarlah hujan menghapus bayanganmu, tapi aku takkan membiarkan badai menerpa langkahmu.
Semoga waktu dapat menghapus memori yang menyakitkan, namun tidak menghapus namamu.
Biarlah takdir berjalan, abad berganti. Namun aku takkan pernah berharap karma mengancammu.
Semoga dirimu dapat menggapai dirinya, yang pasti jauh lebih baik dari aku, yang menjadi alasan mengapa kau tega menyakitiku sekarang. Semoga seseorang yang engkau kagumi merespon usahamu.
Semoga dirimu tidak seperti diriku.
Semoga kau tidak terikat masalah yang menghadangmu, tidak tertimpa beban yang memberatkanmu.
Semoga kau tetap menjadi yang terbaik, tidak hanya untuk diriku, tapi untuknya dan semua orang.
Dan tidak menjadi yang terburuk seperti arti diriku bagimu.
Aku takkan pernah menganggapmu buruk. Menganggapmu musuh ataupun virus yang harus dijauhi. Meskipun sebegitu buruk anggapanmu tentang diriku.
Aku juga takkan pernah mengutukmu atas tanggapanmu untuk diriku.
Ini bukan akhir. Tapi akan ku ucapkan selamat tinggal. Untuk rasa kagum, sakit hati, dan menyesal. Semoga mereka satu persatu dapat menghilang.
Senja.
2 Oktober, 2013.(karya:Limya Oktaviani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar